Konsep Tuhan menurut Ibnu Sina
Pendahuluan
Allah SWT merupakan eksistensi yang absolut diantara
eksistensi yang nisbi, semua konsep tuhan telah tertera dalam al-qur’an
dari segi metafisik, alam dan asma’ serta sifat. Namun perkembangan,
pengaruh zaman dan peradaban Islam tidak menutup wawasan intelektual
Islam yang aktif dan produktif dalam mengintegrasikan ilmu-ilmu pra
muslim khususnya filsafat yang didasari atas konsep tuhan.
Tetapi pandangan filosof Yunani terutama gagasan
Aristoteles terhadap tuhan yang abstrak telah di tolelir oleh beberapa
filosof muslim seperti Ibnu Sina bahwasannya alam dan realitasnya
merupakan kehendak tuhan yang menyatu dalam dzat dan sifat.
Sebetulnya, atas dasar apakah Ibnu Sina memfilter
konsep Tuhan menurut Aristoteles yang kemudian ia modifikasi dalam
Islam? Dan benarkah pernyataan tersebut ? Serta bagaimanakan pertanyaan
serta jawaban sebenarnya yang di uraikan oleh para ulama khususnya
Ghozali terhadap pemikirannya? Oleh sebab itu pada pembahasan ini kami
akan menguraikan secara ringkas tentang biografi Ibnu Sina serta
pandaannya terhadap konsep tuhan yang di pengaruhi oleh filosof Yunani
khususnya Aristoteles serta kritikan ulama dan Ghazali yang menentang
keras konsep ketuhanannya.
Semoga dengan pembahasan ini kita dapat mengambil
konklusi yang bersifat afektif dalam mengkaji pemikiran filosof Islam
terhadap konsep tuhan.
Ibnu Sina lahir pada tahun 370 (H) / 980 (M) di rumah
ibunya Afshana, sebuah kota kecil sekarang wilayah Uzbekistan (bagian
dari Persia). Ayahnya, seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari
Balkh Khorasan, dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur
suatu daerah di salah satu pemukiman Nuh ibn Mansur, sekarang wilayah
Afghanistan (dan juga Persia). Dia menginginkan putranya dididik dengan
baik di Bukhara .
Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di
Dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran
Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan). Beliau juga seorang
penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang
filosofi dan pengobatan. Ibnu Sina bernama lengkap Abū ‘Alī al -Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā (ÇÈæÚáì ÓíäÇ Abu Ali Sina atau dalam tulisan arab : ÃÈæ Úáí ÇáÍÓíä Èä ÚÈÏ Çááå Èä ÓíäÇ
). Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan
besar. Banyak diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia
dianggap oleh banyak orang sebagai bapak kedokteran disamping itu ia
telah mengarang buku Al-Qanun fi At Tibb yang di terjemahkan
kebahasa latin dan di cetak di Eropa pada tahun 1593, kemudian buku
tersebut di jadikan mata kuliah pokok di universitas-universitas Eropa.
Ibnu Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang
guru, dan kepandaiannya segera membuatnya menjadi kekaguman diantara
para tetangganya; dia menampilkan suatu pengecualian sikap intellectual
dan seorang anak yang luar biasa kepandaiannya / Child prodigy
yang telah menghafal Al-Quran pada usia 5 tahun dan juga seorang ahli
puisi Persia. Dari seorang pedagan sayur dia mempelajari aritmatika, dan
dia memulai untuk belajar yang lain dari seorang sarjana yang
memperoleh suatu mata pencaharian dari merawat orang sakit dan mengajar
anak muda.
Meskipun bermasalah besar pada masalah – masalah
metafisika dan pada beberapa tulisan Aristoteles. Sehingga, untuk satu
setengah tahun berikutnya, dia juga mempelajari filosofi, dimana dia
menghadapi banyak rintangan. pada beberapa penyelidikan yang
membingungkan, dia akan meninggalkan buku – bukunya, mengambil air
wudhu, lalu pergi ke masjid, dan terus sholat sampai hidayah
menyelesaikan kesulitan – kesulitannya. Pada larut malam dia akan
melanjutkan kegiatan belajarnya, menstimulasi perasaannya dengan
kadangkala segelas susu kambing, dan meskipun dalam mimpinya masalah
akan mengikutinya dan memberikan solusinya. Empat puluh kali, dikatakan,
dia membaca Metaphysics dari Aristoteles, sampai kata –
katanya tertulis dalam ingatannya; tetapi artinya tak dikenal, sampai
suatu hari mereka menemukan pencerahan, dari uraian singkat oleh Farabi,
yang dibelinya di suatu bookstall seharga tiga dirham. Dia
mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar teori
kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui
perhitungannya sendiri, menemukan metode – metode baru dari perawatan.
Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18
tahun dan menemukan bahwa "Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun
menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat
memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai
merawat para pasien, menggunakan obat – obat yang sesuai." Kemasyhuran
sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasien
tanpa meminta bayaran.
Disamping itu pekerjaan pertamanya menjadi fisikawan
untuk emir, yang diobatinya dari suatu penyakit yang berbahaya. Majikan
Ibnu Sina memberinya hadiah atas hal tersebut dengan memberinya akses ke
perpustakaan raja Samanids, pendukung pendidikan dan ilmu. Ketika Ibnu
Sina berusia 22 tahun, ayahnya meninggal.Samanid dynasty menuju
keruntuhannya pada Desember 1004. Ibnu Sina menolak pemberian Mahmud of
Ghazni, dan menuju kearah Barat ke Urgench di Uzbekistan modern, dimana
vizier, dianggap sebagai teman seperguruan, memberinya gaji kecil
bulanan. Tetapi gajinya kecil, sehingga Ibnu Sina mengembara dari satu
tempat ke tempat lain melalui distrik Nishapur dan Merv ke perbatasan
Khorasan, mencari suatu opening untuk bakat – bakatnya. Shams
al-Ma’äli Qäbtis, sang dermawan pengatur Dailam, seorang penyair dan
sarjana, yang mana Ibn Sina mengharapkan menemukan tempat berlindung,
dimana sekitar tahun (1052) meninggal dibunuh oleh pasukannya yang
memberontak. Ibnu Sina sendiri pada saat itu terkena penyakit yang
sangat parah. Akhirnya, di Gorgan, dekat Laut Kaspi, Ibnu Sina bertamu
dengan seorang teman, yang membeli sebuah ruman didekat rumahnya sendiri
dimana Ibnu Sina belajar logika dan astronomi.
Sebetulnya, amsih banyak riwayat Ibnu Sina yang
begitu cemerlang namun ajal telah menjemput beliau, pada tahun 1037 M di
Hamadan, Iran, karena penyakit maag yang kronis. Beliau wafat ketika
sedang mengajar di sebuah sekolah.Filsafat Wujud.
Daftar PustakaBooks: Delmar, New York 1976).
Aburoyan, Dr. Muhammad ‘Ali, Tarikhul Fikri al-Falsafi , (Darul Ma’rifah, Iskandar 1983).
Avicenna, Kitab al-shifa’, Metaphysics II , (eds.) G. C. Anawati, Ibrahim Madkour, Sa’id Zayed (Cairo, 1975).
Gawsharin, S.S, Hujjat al-haqq Abu ‘Ali Sina, (Teheran:1331).
Ghazali, Tahafut al-Falasifah, (Beirut:1927)
Ghoicon, A.M, La Philosophie d”Avicenne et son influence en Europe medivale.
Harun Nasution, Islam Rasional ; Gagasan dan Pemikiran, (Bandung : Mizan. 1995).
Ibn Sina, Abu `Ali al-Husayn ibn `Abd Allah, al-Isharat wa-al-Tanbihat . Ed. Nasir al-Din al-Tusi dan Qutb al-Din al-Razi, 3 volume, (Tehran 1377-1379).
Ibnu Sina, Al-Najah , ed. M. Fakhri, (Beirut, 1985).
Nader El-Bizri, "Avicenna and Essentialism," Review of Metaphysics , Vol. 54 (2001).
Nasr, Sayyed Hossein, Tiga Mazdhab Utama Filsafat Islam , IRCiSoD, (Yogyakarta, Maret 2006).