BAB II
PEMBAHASAN
PERWALIAN
A. Pengertian Perwalian
Wali
adalah orang yang berhak menikahkan atau memberi izin kepada seorang
wanita untuk menikah. Wali merupakan rukun nikah yang harus ada dalam
pernikahan. Tanpa wali maka pernikahan batal. Allah swt. Berfirman :
yang Artinya : kemudian apabila habis masa iddahnya, maka tiada dosa
bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka,
menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (Albaqarah :
234)
Dalam hadits imam 4 dinyatakan: Artinya : Barang siapa diantara
perempuan yang nikah dengan tidak diizinkan oleh walinya, maka
pernikahannya batal. (hadits imam 4 kecuali imam An Nasai)
B. Syarat Wali
Wali nikah bertanggung jawab atas sahnya pernikahan, maka wali nikah harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Islam.
orang
yang bukan muslim tidak sah mennjadi wali nikah. Allah swt berfirman :
yang Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang yahudi dan nasrani menjadi wali (mu). (Al maidah :51)
2) Baligh.
sudah
berusia 15 tahun, Anak kecil, budak, dan orang gila tidak dapat menjadi
wali nikah, karena mereka tidak memiliki kemampuan melaksanakan tugas
dan tanggung jawab sebagai wali nikah.
3) Berakal.
Orang gila, kurang waras, kurang ingatan tidak dapat menjadi wali nikah.
4) Merdeka.
Orang
yang tidak memiliki kebebasan menggunakan haknya tidak dapat menjadi
wali nikah. Orang dipenjara, karena haknya dibatasi oleh ketentuan
hukum.
5) Laki-laki.
Seorang wanita tidak boleh menjadi wali
untuk wanita lain ataupun menikahkan dirinya sendiri. Apabila terjadi
perkawinan yang diwalikan oleh wanita sendiri, maka pernikahannya tidak
sah. Hal ini sesuai dengan Hadits Rasulullah SAW: yang Artinya: “Dari
Abu Hurairah ra, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda “wanita tidak
boleh mengawinkan wanita dan wanita tidak boleh mengawinkan dirinya”(HR.
Ibnu Majah dan Daruquthni ).
6) Adil
Telah dikemukakan wali
itu diisyaratkan adil, maksudnya adalah tidak bermaksiat, tidak fasik,
orang baik-baik, orang shaleh, orang yang tidak membiasakan diri berbuat
munkar. Ada pendapat yang mengatakan bahwa adil diartikan dengan
cerdas. Adapun yang dimaksud dengan cerdas disini adalah dapat atau
mampu menggunakan akal pikirannya dengan sebaik-baiknya atau
seadil-adilnya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW: yang Artinya:
“Dari Imran Ibn Husein dari Nabi SAW bersabda: “Tidak sah pernikahan
kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil”(HR.Ahmad Ibn Hanbal).
7) Tidak sedang ihram haji atau umrah.
Sayyid
Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah mengemukakan beberapa persyaratan wali
nikah sebagai berikut : Syarat-syarat wali ialah: merdeka, berakal
sehat dan dewasa. Budak, orang gila dan anak kecil tidak dapat menjadi
wali, karena orang-orang tersebut tidak berhak mewalikan dirinya sendiri
apalagi terhadap orang lain. Syarat kempat untuk menjadi wali ialah
beragama Islam, jika yang dijadikan wali tersebut orang Islam pula sebab
yang bukan Islam tidak boleh menjadi walinya orang Islam.
C. Urutan Wali
Jumhur ulama sepakat urutan wali nikah atau wali keturunan atau nasab sebagai berikut :
1) Ayah kandung
2) Kakek kandung ke atas
3) Saudara laki-laki kandung
4) Saudara laki-laki seayah
5) Saudara laki-laki seibu
6) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
7) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
8) Paman dari pihak ayah
9) Anak laki-laki dari paman dari pihak ayah
D. Jenis Wali
1) Wali Nasab : wali nikah karena ada hubungan nasab atau keturunan dengan wanita calon pengantin.
2) Wali Mujbir : yaitu wali yang dapat memaksa seorang wanita untuk menikah.
3)
Wali Hakim : yaitu wali yang disebabkan oleh hukum atau hakim atau
qodhi mempunyai hak wali karena berdasarkan keadilan hukum.
4) Wali Tahkim : adalah wali yang diangkat oleh calon pengantin laki-laki dan perempuan.
5) Wali Maula : wali oleh tuan dari budak yang dimerdekakan.
Ada juga yang berpendapat tentang jenis/macam-macam wali sebagai berikut:
E. Macam Macam Wali
Wali dalam pernikahan secara umum ada 3 macam, yaitu:
a. Wali Nasab
Wali
nasab adalah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai
wanita dan berhak menjadi wali. Wali nasab urutannya adalah sebagai
berikut:
1. Bapak, kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas
2. Saudara laki-laki kandung (seibu sebapak)
3. Saudara laki-laki sebapak
4. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
6. Paman (saudara dari bapak) kandung
7. Paman (saudara dari bapak) sebapak
8. Anak laki-laki paman kandung
9. Anak laki-laki paman sebapak.
Urutan diatas harus dilaksanakan secara tertib.
b. Wali Hakim
Wali
hakim adalah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk bertindak
sebagai wali dalam suatu pernikahan. Wali hakim dapat menggantikan wali
nasab apabila:
Calon mempelai wanita tidak mempunyai wali nasab sama sekali.
1. Walinya mafqud, artinya tidak tentu keberadaannya.
2. Wali sendiri yang akan menjadi mempelai pria, sedang wali yang sederajat dengan dia tidak ada.
3. Wali berada ditempat yang jaraknya sejauh masaful qasri (sejauh perjalanan yang membolehkan shalat qashar) yaitu 92,5 km.
4. Wali berada dalam penjara atau tahanan yang tidak boleh dijumpai.
5. Wali sedang melakukan ibadah haji atau umroh.
6. Anak Zina (dia hanya bernasab dengan ibunya).
7. Walinya gila atau fasik.
Sesuai
dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 tahun 1987, yang ditunjuk oleh
Menteri Agama sebagai wali hakim adalah KUA Kecamatan.
c. Wali Muhakkam
Wali
muhakkam adalah seseorang yang diangkat oleh kedua calon suami-istri
untuk bertindak sebagai wali dalam akad nikah mereka. Orang yang bisa
diangkat sebagai wali muhakkam adalah orang lain yang terpandang,
disegani, luas ilmu fiqihnya terutama tentang munakahat, berpandangan
luas, adil, islam dan laki-laki.
BAB III
AL-MUHARRAMAT
A. Pengertian Al-Muharramat
Al-muharramat jama’ dari muhrim, artinya wanita-wanita yang haram
dinikahi oleh seorang laki-laki. Al-muharramat terbagi atas dua
golongan : Muharramat selamanya dan muharramat sementara.
B. Al-Muharramat selamanya
Almuharramat selamanya memiliki beberapa bagian, yaitu :
1. Dari pihak keturunan (nasab)
• Ibu, nenek dari ibu, nenek dari ayah, dan seterusnya ke atas.
• Anak, cucu perempuan ke bawah.
• Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu.
• Saudara perempuan ayah.
• Saudara perempuan ibu.
• Anak perempuan saudara laki-laki.
• Anak perempuan saudara perempuan dan seterusnya.
2. Dari sebab menyusu
• ibu yang menyusui, tremasuk ibunya ibu yang menyusui (nenek)
• saudara perempuan sepersusuan termasuk ibunya dan dan saudaranya.
• Haram karena perkawinan.
3. Haramm karena perkawinan
• Ibu dari istri (mertua)
• Anak tiri, bila ibunya telah dicampuri.
• Istri dari anak (menantu)
• Istri bapak (ibu tiri)
• Menikahi dua wanita sekaligus. Keduanya muhrim. Misalnya dua orang wanita bersaudara.
4. Haram karena sumpah Li’an
Lian adalah perkataan suami kepada istrinya, dan ucapannya ialah sebagai berikut:
“saya persaksikan kepada Allah bahwa saya benar terhadap tuduhan saya kepada istri saya bahwa ia telah berzina”
C. Wanita haram sementara (selama waktu tertentu dan dalam keadaan tertentu)
Beberapa orang wanita haram dinikahi oleh seorang laki-laki apabila wanita tersebut dalam keadaan sebagi berikut:
• Dua wanita bersaudara haram dinikahi lelaki dalam waktu bersamaan atau dimadu.
• Wanita yang terikat dengan laki-laki lain.
• Wanita dalam masa iddah.
• Wanita yang ditalak tiga.
• Wanita yang sedang ihram.
• Wanita musyrik.
• Wanita haram dinikah oleh seorang suami yang telah memiliki istri empat.
• Wanita pezina.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Menurut
Jumhur Ulama, wali termasuk rukun nikah, akad nikah tidak sah tanpa
adanya wali. Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah perwalian dalam akad
nikah hukumnya sunnat.
Syarat wali nikah dapat disimpulkan yaitu; Islam, laki-laki, baligh, berakal, cerdik (urusan memilih calon suami) dan adil.
Macam-macam
wali secara umum ada empat, yaitu: Wali nasab, wali hakim, wali tahkim
dan wali maula. Wali nasab terbagi dua jenis wali, yaitu:Wali aqrab dan
wali ab`ad. Sedangkan pembagian wali memandang masalah wewenang memaksa,
dan penolakan terbagi dua, yakni: wali mujbir dan wali adol.
QS, An-Nisaa’ mengindikasikan larangan untuk menikahi seorang wanita karena disebabkan oleh beberapa hal:
1. Wanita-wanita yang haram dinikahi karena nasab
2. Wanita-wanita yang haram dinikahi karena hubungan kekeluargaan melalui perkawinan (mushaharah)
3. Wanit-wanita yang haram dinikahi karena sepersusuan
4. Wanita-wanita yang haram dinikahi karena sumpah li’an
DAFTAR PUSTAKA
• Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989
• Al Jaziri Abdurrahman, Al- Fiqh ‘ala Mazaahib Al- Arba’ah, Beirut : Daar Al- Fikr, Juz 4
• Daradjat Zakiah, Ilmu Fiqih, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995, jilid. 2
• Sabiq Sayyid, Fiqhus sunnah, Beirut : Dar al Fikr, 1968, Juz VI
• M. Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam menurut Empat Mazhab, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1996
• Ramulyo M. Idris, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1999, cet. Ke-2
• Ghazaly Abd. Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar