BAB II
PEMBAHASAN
AGAMA SEBAGAI OBJEK ILMU JIWA
Objek Kajian Psikologi Agama
Psikologi
secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan
dengan pikiran (kognisi), perasaan (emotion) dan kehendak (konasi).
Gejala tersebut secara umum memiliki ciri-ciri yang hampir sama pada
diri manusia dewasa, normal dan beradab. Dengan demikian ketiga gejala
pokok tersebut dapat diamati melalui sikap dan perilaku manusia.Namun
terkadang ada diantara pernyataan dalam aktivitas yang tampak itu
merupakan gejala campuran, sehingga para ahli psikologi menambahnya
hingga menjadi empat gejala jiwa utama yang dipelajari psikologi, yaitu
pikiran, perasaan, kehendak dan gejala campuran.Adapun yang termasuk
gejala campuran ini seperti intelegensi, kelemahan maupun sugesti.
Psikologi
berasal dari kata Yunani psyche yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu
pengetahuan.Jadi secara etimologi psikologi berarti ilmu yang
mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun
latar belakangnya. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi
sebenarnya berbeda atau tidak sama karena ilmu jiwa adalah ilmu jiwa
secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu, sedangkan
ilmu psikologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh
secara sistematis dengan metode-metode ilmiah. Secara umum, psikologi
memiliki arti ilmu tentang jiwa.Namun karena jiwa itu abstrak dan tidak
bisa dikaji secara empiris, maka kajiannya bergeser pada gejala-gejala
jiwa atau tingkah laku manusia.Oleh karena itu karena yang dikaji adalah
gejala jiwa atau tingkah laku, maka terjadilah beberapa pemahaman yang
berbeda mengenai definisi tingkah laku itu sendiri.Ada yang memahami
psikologi sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal,
dewasa dan beradab (Jalaludin dalam Bambang, 2008: 11).Sementara Robert
H Touless mendefinisikan psikologi sebagai ilmu tingkah laku dan
pengalaman manusia.
Secara umum psikologi adalah sebuah ilmu yang
meneliti dan mempelajari sikap dan tingkah laku manusia sebagai gambaran
dan gejala kejiwaan. Dalam bahasa Arab, psikologi sering disebut dengan
ilmun-nafs atau ilmu jiwa.Sedangkan kata nafs dalam bahasa Arab
mengandung arti jiwa, ruh, darah, jasad, orang dan diri (Hamdani Bakran,
2007: 25).
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem
atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama
Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban
yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata "agama" berasal dari
bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain
untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin
religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat
kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada
Tuhan.
Perbedaan pengertian agama, menurut J.H Leuba (dalam Bambang,
2008:12), bersumber dari perbedaan pendapat penulis bagaimana mereka
menggunakan istilah tersebut dalam penelitiannya.Memang agama sebagai
bentuk keyakinan cukup sulit untuk diukur secara tepat.Hal inilah
membuat para ahli kesulitan mendefiniskan agama.
Harun Nasution merumuskan empat hal yang terdapat dalam agama antara lain :
1. Kekuatan gaib, yang diyakini berada di atas kekuatan manusia.
2. Keyakinan terhadap kekuatan gaib sebagai penentu nasib baik dan buruk manusia.
3. Respon penyembahan manusia terhadap kekuatan gaib.
4. Paham akan adanya sesuatu yang suci, bisa berupa kekuatan gaib, ajarannya dalam bentuk kitab atau tempat-tempat tertentu.
Dalam faktanya, agama menunjukkan berpusat pada Tuhan atau dewa-dewa sebagai ukuran yang menentukan dan tidak boleh diabaikan.
Namun
demikian, pada hakikatnya apapun bentuk dan definisi agama yang
diberikan para ahli tersebut, jika tidak mewakili dari apa yang
dirasakannya, dipikirkannya, dan dilaksanakannya berdasarkan norma-norma
yang berlaku, maka dengan sendirinya agama akan kehilangan maknanya.
Sebagaimana menurut Frankl yang dikutip oleh E. Koswara, bahwa yang
paling dicari dan diinginkan oleh manusia dalam hidupnya adalah makna,
yakni makna dari segala yang dilaksanakan atau dijalaninya, termasuk dan
yang terutama makna hidupnya itu sendiri. Dengan demikian keinginan
kepada makna (the will to meaning) adalah penggerak utama dari
kepribadian manusia dalam melakukan aktivitas prilaku hidupnya, yang
dalam hal ini termasuk perilaku ritual keagamaan, yang merupakan
psikoterapi terhadap psiko-patalogis manusia dari kehampaan
eksistensinya sebagai manusia.
Roger M. Keesing dalam bukunya
Antropologi Budaya menguraikan tiga fungsi agama, yaitu agama memberikan
keterangan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang eksistensial, agama
memberikan pengesahan untuk menerima adanya kekuatan di dalam alam
semesta yang mengendalikan dan menopang tata susila serta tata sosial
masyarakat, serta agama menambah kemampuan manusia untuk menghadapi
kelemahan hidupnya dan memberikan dukungan psikologis bagi dirinya.
Dengan
demikian agama bagi manusia merupakan kekuatan yang dapat mengantarkan
manusia itu sendiri, supaya ia dapat mencapai kesempurnaan dan dapat
memberikan penjelasan secara menyeluruh tentang realitas kematian,
penderitaan, tragedi serta segala sesuatu yang berkaitan erat dengan
makna hidupnya.
Kaitannya dengan rasa agama, Zakiah Darajat, dalam
bukunya yang berjudul Kesehatan Mental mengemukakan, bahwa rasa agama
itu adalah sangat bersifat subyektif, intern dan individual, dimana
setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda dengan orang
lain
Psikologi agama merupakan satu bagian kajian psikologi
secara menyeluruh, yang membahas masalah-masalah kejiwaan yang berkaitan
dengan keyakinan seseorang.Agama yang sering dijadikan alternatif
pemecahan masalah bagi kehidupan, menjadi sangat penting bagi
manusia.Sebab dengan agama manusia dapat menyelesaikan gejolak hatinya
yang berkaitan dengan jiwa dan kehidupan praktis mereka.Kekayaan,
jabatan, kekuasaan dan segala bentuk kenikmatan duniawi, tidak menjadi
jaminan bagi manusia untuk dapat menyelesaikan masalah dalam hidupnya.
Apabila
seseorang tergolong pada manusia yang baik, maka penyelesaiannya adalah
dengan agama.Tetapi jika sebaliknya, maka pelariannya adalah pada
hal-hal yang bersifat negatif.Untuk itu agama bagi kebanyakan orang
adalah alternatif yang layak untuk dijadikan sebagai pandangan hidup
(way of life).Dengan demikian agama sangat berkaitan dengan jiwa
seseorang. Untuk itu kajian psikologi yang mempelajari gejala tingkah
laku seseorang akan mempelajari pula tentang gejala keberagamaannya.
Karena beragama tidak dapat dipisahkan dari hati atau keadaan jiwa
seseorang, maka antara agama dan jiwanya merupakan dua hal yang berbeda
dalam satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
KETELADANAN MALAIKAT
Malaikat
adalah makluk mulia mereka sangat dipercaya oleh tuhan untuk
menjalankan perintahnya semua pekerjaan dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Seberat apapun pekerjaan yang diberikan pada mereka, akan dilaksanakan
dengan sepenuh hati. Prinsipnya tunggal yaitu hanya berpegang pada Allah
SWT memiliki kesetiaan yang tiada tara dan bekerja tanpa kenal lelah.
Tidak memiliki kepentingan lain selain menyelesaikan pekerjaan yang
diberikan oleh Allah hingga tuntas, dengan hasil yang sangat memuaskan,
dan mereka sangat berdisiplin dalam menjalankan tugas.
Semua sistem
yang berada dibawah tanggungjawabnya berjalan dengan sangat sempurna
tanpa cacat sedikitpun. Inilah contoh ontegritas yang sesungguhnya,
suatu intergritas total yang telah menghasilkan suatu kepercayaan yang
maha tinggi. Kepercayaan yang diberikan langsung oleh tuhan dan malaikat
dengan sungguh-sungguh mampu menjaga kepercayaan yang diberikan
kepadanya sehingga menjadi suatu kepercayaan yang abadi.Keteladanan yang
bisa diambil dari sifat malaikat secara umum adalah, kepercayaan yang
dimiliki, loyalitas, dan integritas yang sangat mengagumkan.
Loyalitas
adalah kesetiaan pada prinsip yang dianut.Integritas adalah bersifat
jujur, konsisten, komitment, berani, dan dapat dipercaya.Integritas
muncul dari kesadaran diri terdalam, yang bersumber dari suara
hati.Integritas tidak menipu dan tidak berbohong.
Jadi, malaikat
merupakan sebuah cermin keteladanan bagi manusia dalam segi integritas,
loyalitas, memberi dan komitmen. Yang jika dipahami, diresapi dan
dihayati adalah merupakan sebuah perenungan psikologis bagi pembagunan
jiwa umat manusia.
Sifat-Sifat Yang Ada Pada Rosul
1. Shiddiq
Shiddiq
artinya benar.Bukan hanya perkataannya yang benar, tapi juga
perbuatannya juga benar.Sejalan dengan ucapannya. Beda sekali dengan
pemimpin sekarang yang kebanyakan hanya kata-katanya yang manis, namun
perbuatannya berbeda dengan ucapannya.
2. Amanah
Amanah artinya
benar-benar bisa dipercaya. Jika satu urusan diserahkan kepadanya,
niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Oleh karena itulah Nabi Muhammad SAW dijuluki oleh
penduduk Mekkah dengan gelar “Al Amin” yang artinya terpercaya jauh
sebelum beliau diangkat jadi Nabi.Apa pun yang beliau ucapkan, penduduk
Mekkah mempercayainya karena beliau bukanlah orang yang pembohong.
3. Tabligh
Tabligh
artinya menyampaikan.Segala firman Allah yang ditujukan oleh manusia,
disampaikan oleh Nabi.Tidak ada yang disembunyikan meski itu menyinggung
Nabi.
4. Fathonah
Artinya Cerdas. Mustahil Nabi itu bodoh atau
jahlun.Dalam menyampaikan 6.236 ayat Al Qur’an kemudian menjelaskannya
dalam puluhan ribu hadits membutuhkan kecerdasan yang luar biasa.
Nabi
harus mampu menjelaskan firman-firman Allah kepada kaumnya sehingga
mereka mau masuk ke dalam Islam. Nabi juga harus mampu berdebat dengan
orang-orang kafir dengan cara yang sebaik-baiknya.
AGAMA DAN PENGARUHNYA DALAM KEHIDUPAN
Seseorang sosiologi agama
bernama elizabeth K. Nottingham berpendapat bahwa agama bukan sesuatu
yang dapat dipahami melalui definisi, melainkan melalui deskripsi(
penggambaran). Tak ada satu pun definisi tentang agama yang benar-benar
memuaskan, tulis Elizabeth.
Menurut gambaran Elizabeth K. Nottingham,
agama adalah gejala yang begitu sering “terdapat dimana-mana”, dan
agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengkur dalamnya makna
dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta. Selain itu
agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan
juga perasaan takut dan ngeri, meskipun perhatian tertuju kepada adanya
suatu dunia yang tak dapat dilihat (akhirat), namun agama melibatkan
dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari didunia (Elizabeth
K.Nottingham, 1985:3-4).
A. Agama Dalam Kehidupan Individu
Agama
dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang
membuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi
kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan
keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai agama memiliki arti
yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk
ciri khas.
Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong
individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang
dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur
kesucian, serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri
seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etik
karena dalam melakukan sesuatu tindakanseseorang akan terikat kepada
ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut
ajaran agama yang dianutnya.
Sebaliknya agama juga sebagai pemberi
harapan bagi pelakunya. Seseorang yang melaksanakan pemerintah agama
umumnya karena adanya suatu harapan terhadap terhadap pengampunan atau
kasih sayang dari sesuatu yang gaib (supranaturaal).
Motivasi
mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban.
Sedangkan nilai etik mendorong seseorang untuk berlaku jujur, menepati
janji menjaga amanat dan sebagainya. Sedangkan harapan mendorong
seseorang untuk bersikap ikhlas, menerima cobaan yang berat maupun
berdoa. Sikap seperti itu akan lebih terasa secara mendalam jika
bersumber dari keyakinan terhadap agama.
B. Fungsi Agama Dalam Kehidupan Masyarakat
Masyarakat
adalah gabungan dari individu yang terbentuk berdasarkan tatanan sosial
tertentu. Dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dikenal tiga bentuk
masyarakat, yaitu:
1. Masyarakat Homogen
2. Masyarakat Majemuk
3. Masyarakat Heterogen.
C. Agama dan Pembangunan
Prof.Dr.Mukti Ali Mengemukakan bahwa peranan agama dalam pembangunan adalah:
1. Sebagai Ethos Pembangunan
Maksudnya adalah bahwa agama yang menjadi anutan seseorang atau
masyarakat jika diyakini dan dihayati secara mendalam mampu memberikan
sesuatu tatanan nilai moral dalam sikap.
2. Sebagai Motivasi
Ajaran agama yang sudah menjadi keyakinan mendalam akan mendorong
seseorang atau kelompok untuk mengejar tingkat kehidupan yang lebih
baik.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Agama bagi
sebagaian orang merupakan bentuk ungkapan moral yang paling tinggi, yang
selalu menjadi kebutuhan ideal bagi manusia.Karena agama merupakan
pandangan hidup yang sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari dirinya.
Agama juga memberikan semesta simbolik bagi manusia untuk mengetahui
makna dibalik kehidupannya, serta memberikan penjelasan secara
komprehensif mengenai berbagai pertanyaan yang tak terjawab, karena
agama merupakan
suatu kepercayaan dalam bentuk spiritual.Agama bagi
manusia merupakan kekuatan yang dapat mengantarkan manusia itu sendiri,
supaya ia dapat mencapai kesempurnaan dan dapat memberikan penjelasan
secara menyeluruh tentang realitas kematian, penderitaan, tragedi serta
segala sesuatu yang berkaitan erat dengan makna hidupnya.
Oleh karena
itu eksistensi rasa agama bagi manusia pada hakikatnya adalah suatu
pengalaman dari keyakinan yang difahaminya, sehingga agama dapat
merefleksi pada diri pemeluknya yang berdimensi Ketuhanan, psikologis,
dan sosiologis. Dimensi Ketuhanan tersebut merupakan sumber nilai
kebenaran dan kebaikan, sedangkan dimensi psikologis adalah sisi lain
dari keyakinan seseorang yang sangat individual, adapun dimensi
sosiologis adalah bentuk pengalaman manusia dari suatu yang telah
diyakininya guna membentuk sistem sosial lingkungan yang lebih bermoral.
Psikologi
agama pada dasarnya, secara komprehensip membahas dan mengkaji tentang
fenomena-fenomena keadaran dan pengalaman psikologis atau tentang rasa
keagamaan manusia, yang bertujuan dan berfungsi sebagai penyadaran
psikopatalogis manusia dewasa ini. Yakni bagaimana agama dalam hal ini,
memiliki peran dan fungsi untuk merehabilitasi, mengantisipasi, dan
mengentaskan permasalahan-permasalahan kejiwaan manusia yang diakibatkan
oleh pengaruh perkembangan sosio-kultur yang harmonis dengan sebuah
pendekatan psikologis.
Yaitu dengan membahas situasi dan kondisi
tentang perubahan perkembangan penerimaan dan pengalaman agama pada
setiap priode tertentu, yaitu pada masa kanak-kanak, masa remaja, masa
dewasa, dan masa lansia (usia lanjut). Karena pada masa-masa tersebut
perkembangan keagamaan masing-masing individu berbeda-beda, baik dari
aspek kwantitas maupun dari aspek kualitas keberagamannya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ari Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan
Spiritual (ESQ): Berdasarkan Rukun Iman Dan Rukun Islam. 2001, Jakarta:
Agra.
Daradjat, Zakiah, Prof. Dr. 1991. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang
Jalaludin, Prof.Dr.H.2005. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar