BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Al-Quran Al-Karim
memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat, salah satunya
adalah bahwa Al-Quran adalah kitab yang keotentikannya di jamin oleh
Allah, Dan dia adalah kitab yang selalu dipelihara. (Qs. Al-Hijr-9)
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (٩)
Atinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
Perbedaan
pangkal tolak dalam menelaah Al-Quran oleh sarjana muslim dan bukan
muslim (orientalis) menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula. Sarjana
muslim dalam melakukan usahanya didasari oleh titik tolak imani disertai
dengan nuansa yang tersendiri. Sedangkan para orientalis, tidak
mempunyai ikatan batin sama sekali dengan Al-Quran. Mereka menerapkan
kebiasaan ilmiah yang bertolak belakang dari ”keraguan” untuk menemukan
sebuah “kebenaran” ilmiah. Almarhum ‘Abdul-Halim Mahmud, mantan Syaikh
Al-Azhar berkata : “Para orientalis yang dari saat ke saat berusaha
menunjukkan kelemahan Al-Quran, tidak mendapatkan celah untuk meragukan
ke otentikannya.”
Seorang muslim, tidak dapat menghindarkan diri
dari keterikatannya dengan Al-Quran. Seorang muslim mempelajari Al-Quran
tidak hanya mencari “kebenaran” ilmiah, tetapi juga mencari isi dan
kandungan Al-Quran. Begitu juga dengan telaah tentangmunasabahyang
merupakan bagian dari telaah Al-Quran. Seluruh usaha membeberkan
berbagai bentuk hubungan dan kemirip-miripan dalam Al-Quran adalah tidak
terlepas dari usaha membuktikan bahwa Al-Quran sebagai “sesuatu yang
luar biasa”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Munasabah Alquran
Secara
bahasa, Munasabah berarti hubungan, persesuaian dan keterkaitan.
Sedangkan dalam bahasa Arab kata مناسبة diartikan sama dengan مقاربة
(saling berdekatan) atau juga berati “hubungan kekerabatan” (hubungan
nasab). Sedangkan pengertian Munasabah menurut istilah dalam
Ulumul-Quran, antara lain dikemukakan oleh M. Qureish Shihab (dalam
Hamdani Anwar, 1995: 124), “Kemiripan-kemiripan yang terdapat pada
hal-hal tertentu dalam Alquran, baik antara surat maupun ayat-ayatnya,
yang menghubungkan antara uraian yang satu dengan lainnya”.
Menurut Manna’ Khalil al-Qaththan :
وجه الارتباط بين الجملة و الجملة في الآية الواحدة أو بين الآية و الآية في الآيات المتعددة أو بين السورة و السورة.
Munasabah
adalah segi-segi keterkaitan antara beberapa kalimat (jumlah) dalam
satu ayat, atau antara ayat dengan ayat dalam satu surat, serta antara
surat dengan surat (dalam Alquran).
Secara terminologis, munasabah
adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam
Al-Quran baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu
dengan yang lainya.
B. Dasar pemikiran adanya Munasabah dalam Alquran
Ilmu
munasabah yang juga disebut dengan “Tanasubil Aayati Wassuwari” pertama
kali di cetus oleh Imam Abu Bakar An-Naisaburi (wafat tahun 324 H) ,
Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejarah munculnya kajian tentang
munasabah tidak terjadi pada masa Rasulullah, melainkan setelah berlalu
sekitar tiga atau empat abad setelah masa beliau. Hal ini berarti, bahwa
kajian ini bersifat taufiqi (pendapat para ulama). Karena itu,
keberadaannya tetap sebagai hasil pemikiran manusia (para ahli
'Ulumul-Quran), yang bersifat relatif, mengandung kemungkinan benar dan
kemungkinan salah. Sama halnya dengan hasil pemikiran manusia pada
umumnya, yang bersifat relatif (Zhanniy).
Sungguhpun keberadaannya
mengandung nilai kebenaran yang relatif, namun dasar pemikiran tentang
adanya munasabah dalam Alquran ini berpijak pada prinsip yang bersifat
absolut. Yaitu suatu prinsip, bahwa tartib (susunan) ayat-ayat Alquran,
sebagaimana kita lihat sekarang adalah bersifat Tauqifi,yakni suatu
susunan yang disampaikan oleh Rasulullah berdasarkan petunjuk dari Allah
(Wahyu), bukan susunan manusia. Atas dasar pemikiran inilah, maka
sesuatu yang disusun oleh Dzat Yang Maha Agung tentunya berupa susunan
yang sangat teliti dan mengandung nilai-nilai filosofis (hikmah) yang
sangat tinggi pula. Oleh sebab itu, secara sistematis, tentulah dalam
susunan ayat-ayat Alquran terdapat korelasi, keterkaitan makna
(munasabah) antara suatu ayat dengan ayat sebelumnya atau ayat
sesudahnya. Karena itu pula, sebagian ulama menamakan Ilmu Munasabah ini
dengan علم أســرار ترتيب الآيات و السور فى القرآن الكريم (Ilmu tentang
rahasia/hikmah susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam
Alquranul-Kariem).
Berbeda dengan susunan ayat-ayat dalam setiap
surat yang oleh para ulama disepakati sebagai susunan yang bersifat
tauqifi, maka susunan surat-surat dalam Alquran masih diperselisihkan
oleh para ulama, apakah bersifat taqifi atau tafiqi. Bagi kalangan ulama
yang beranggapan bahwa susunan surat-surat dalam Alquran bersifat
tauqifi, maka munasabah antar surat tidak mesti ada. Sedangkan bagi
ulama yang berpendapat susunan surat-surat Alquran bersifattauqifi, maka
munasabah antar surat mesti ada.
C. Macam-macam Munasabah Alquran
1. Munasabah antar penggalan ayat/Kalimat
Satu
ayat dapat terdiri dari beberapa penggalan yang masing-masing merupakan
kalimat/jumlah. Seringkali antara penggalan-penggalan tersebut memiliki
munasabah/ keterkaitan, yang kadang-kadang jelas dan kadang-kadang
samar. Sedangkan makna yang terkandung dalam munasabah tersebut
bermacam-macam. Antara lain:
a. Kontradiktif
Yaitu suatu penggalan
dengan penggalan yang lain dihubungkan dengan huruf ‘athaf dan memiliki
makna berlawanan antara ma’thuf dengan ma’thuf ‘alaihnya. Seperti pada
firman Allah:
يعلم ما يلج فى الارض وما يخرج منها وما ينزل من الســــــمآء وما يعرج فيها (الحديد/74: 4)
Kata
يلج pada ayat di atas berlawanan dengan kata يخرج . Begitu pula kata
ينزل berlawanan dengan kata يعرج. Selain itu pada ayat tersebut juga
terdapat munasabah syibhul-mudhadah, yaitu semi kontradiksi antara kata
الارض dengan kata السمآء . [As-Suyuthi, 1979: 63 - 64]
b. Tafsir (التفسير)
Yaitu
suatu penggalan ayat yang berfungsi sebagai penafsir terhadap penggalan
lainnya. Contohnya seperti pada Surat Ali Imran/3: 110,
كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف و تنهون عن المنكر وتؤمنون بالله ...
Penggalan
kata خير أمة dalam ayat ini ditafsirkan dengan penggalan kata تأمرون
بالمعروف dan تنهون عن المنكر serta kata تؤمنون بالله .
c. Pengaliha(الاستطراد)
Yaitu perpindahan dari suatu kalimat ke kalimat lain yang masih ada kaitannya. Seperti pada surat Al-A’raf/7: 26, firman Allah:
يا بني آدم قد أنزلنا عليكم لباسا يواري سوآتكم و ريشا ولباس التقوى ذلك خير ذلك من آيات الله لعلهم يذكرون (الاعراف: 26)
Hubungan
antara penggalan ayat لباسا يواري سوآتكم (pakaian yang menutupi aurat)
dengan penggalan لباس التقوى (pakaian taqwa) adalah
perpindahan(للاستطراد) , yaitu pengalihan pembicaraan dari pakaian dalam
pengertian yang sebenarnya (sebagai penutup aurat) kepada taqwa sebagai
pakaian. Munasabahnya adalah bahwa taqwa sebagai pakaian dapat
melindungi manusia dari adzab Allah, sebagaimana halnya baju/pakaian
dapat melindungi manusia dari udara panas atau dingin.
d. Prumpamaan (التمثيل)
Yaitu suatu penggalan ayat berfungsi sebagai perumpamaan terhadap penggalan lainnya. Seperti pada firman Allah:
يسئلونك
عن الاهلة قل هي مواقيت للناس والحج وليس البر بأن تأتوا البيوت من ظهورها
ولــكن البر من اتقى وأتوا البيوت من أبوابها و اتقوا الله لعلكم تفلحون
(البقرة/2: 189)
2. Munasabah antara kandungan ayat dengan fashilah ayat
Contoh. Firman Allah dalam Surat Al-Hujurat/49: 12,
يآيّها
الذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظنّ إن بعض الظنّ إثم ولا تجسسوا ولا يغتب
بعضكم بعضا أيحبّ أحدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه واتقوا الله إنّ
الله توّاب رحيم(الحجرات: 12).
Artinya: Wahai orang-orang yang
beriman, hindarilah banyak berprasangka. Sesungguhnya, sebagian dari
prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.
Apakah salah seorang kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Tentu kamu tidak suka. Dan bertaqwalah kepada Allah; sesunggunya
Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Kalimat yang
digarisbawahi pada ayat di atas adalah penutup ayat yang disebut
Fashilah al-ayat (فاصلة الآية) . Fashilah al-ayat ini memiliki
keterkaitan makna (Munasabah) dengan kandungan ayatnya. Munasabah
tersebut mengandung makna, bahwa ketiga macam larangan (berprasangka
buruk, mencari-cari kesalahan orang lain dan menggunjing) yang
merukpakan kandungan ayat tersebut, ada hal-hal yang sulit dihindari
oleh manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, Allah membuka pintu taubat
dan mencurahkan belas kasihnya terhadap orang-orang yang terlanjur
melanggar larangan-larangan tersebut. Hal ini juga berarti, bahwa
apabila seseorang terlanjur melanggar larangan dalam ayat ini, maka
hendaklah segera bertaubat, karena allah Maha Penerima Taubat.
3. Munasabah antar ayat
Contoh, firman Allah dalam surat Al-Ma’un/107: 4 - 7,
و يمنعون الماعون الذين هم عن صــلوتهم ساهونالذين هم يرآءون فويل للمصـلين
Artinya:
Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat. Orang-orang yang lalai
terhadap shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan (menolong
orang lain) dengan barang yang berguna.
Jika ayat 4 dari surat
Al-Ma’un ini dipahami secara parsial (terpisah dari ayat 5, 6, dan 7)
maka akan diperoleh pemahaman yang menyimpang dari kewajiban shalat.
Oleh sebab itu, untuk memahami ayat 4 secara benar harus dilihat
munasabahnya dengan ayat 5, 6 dan 7. Inilah yang disebut munasabah antar
ayat.
4. Munasabah antar kelompok ayat
Contoh, firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 1 - 5,
آلـــم
. ذلك الكتاب لاريب فيه هدى للمتقين . الذين يؤمنون بالغيب ويقيمون
الصــلوة ومما رزقناهم ينفقون. والذين يؤمنون بما أنزل إليك وما أنزل من
قبلك وبالآخرة هم يوقنون . اولـــــــئك على هدى من ربهم واولـــئك هم
المفلحون .
Kelima ayat ini merupakan sekelompok ayat yang berbicara
tentang golongan orang-orang yang bertaqwa (muttaqin), yaitu kategori
orang yang baik-baik.
Kelompok ayat berikutnya adalah ayat 6 dan 7,
ان الذين كفروا سوآء عليهم ءأنذرتهم أم لم تنذر هم لايؤمنون . ختم الله على قلوبهم وعلى سمعهم وعلى أبصارهم غشاوة ولهم عذاب عظيم .
Ayat-ayat ini merupakan kelompok ayat yang berbicara tentang golongan orang-orang kafir.
Sedangkan kelompok ayat yang ketiga (ayat 8 - 20),
ومن الناس من يقول آمنا بالله وباليوم الآخر وماهم بمؤمنين . .. إن الله على كل شيء قدير (البقرة : 8 - 20)
Ayat-ayat
ini adalah kelompok ayat yang berbicara tentang golongan orang-orang
munafik. Yakni kelompok orang-orang pertengahan antara muttaqin dan
kafir.
Dari ketiga macam kelompok ayat tersebut di atas dapat ditarik
suatu munasabah, bahwa Allah, setelah berbicara tentang orang yang
baik-baik (muttaqin), kemudian berbicara tentang orang-orang yang tidak
baik (kafir), setelah itu barulah Dia berbicara tentang golongan orang
yang setengah baik, setengah tidak, yaitu orang-orang munafiq.
5. Munasabah antar surat
Mengenai
munasabah antar surat-surat dalam Alquran, para ulama berbeda pendapat,
apakah ada munasabah antar surat atau tidak. Perbedaan ini muncul dari
pandangan yang mendasarinya, yaitu, apakah susunan surat-surat dalam
Alquran itu bersifat taufiqi (hasil ijtihad para sahabat/ulama) atau
bersifat tauqifi (atas dasar ketentuan dari Allah). Bagi kalangan ulama
yang berpandangan bahwa tartibus-suwar (penyusunan surat-surat Alquran)
itu berdasarkan hasil ijtihad para sahabat, maka munasabah antar surat
tidak mesti ada. Sebaliknya, bagi kalangan ulama yang berpandangan bahwa
tartibus-suwar itu bersifat tauqifi, maka munasabah antar surat itu
pasti ada.
Jika diakui adanya munasabah antar surat, maka macam-macam munasabah ini terbagi kepada:
a.
Munasabah antara nama surat dengan isi kandungannya atau tujuan
diturunkannya surat tersebut. Contohnya seperti pada surat Al-Baqarah
(sapi betina). Cerita tentang sapi betina dalam surat Al-Baqarah ayat 67
– 71, inti pembicaraannya menyangkut tentang kekuasaan Allah dalam
membangkitkan orang yang sudah mati. Ayat-ayat ini menjelaskan tentang
betapa kekuasaan Tuhan dapat menghidupkan kembali orang yang mati, yang
pada akhirnya manusia harus beriman pada adanya hari akhirat.
b.
Munasabah antara akhir suatu surat dengan awal surat sesudahnya.
Contohnya seperti, pada akhir surat Al-Fatihah terdapat permohonan
petunjuk (hidayah) ke jalan yang lurus, yaitu jalan yang ditempuh oleh
orang-orang yang mendapat nikmat (اهدنا الصراط المستقيم. صراط الذين
أنعمت عليهم).Permohonan ini direspon oleh Allah dengan menetapkan
Alquran sebagai petunjuk ke jalan yang lurus bagi orang-orang yang
bertaqwa (ذلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين).
c. Munasabah antara
awal suatu surat dengan akhir surat yang sama. Contohnya, seperti pada
awal surat Al-Baqarah, sebagaimana tersebut di atas, Allah menetapkan
Alquran sebagai petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Namun dalam
perjalanan untuk merealisasikannya manusia akan mendapatkan rintangan
dari orang-orang kafir. Karena itu, pada akhir surat Al-Baqarah Allah
mengajarkan kepada manusia agar memohon pertolongan kepada Allah dari
gangguan orang-orang kafir (فانصرنا على القوم الكافرين).
6. Munasabah
antara suatu kelompok ayat dengan kondisi sosial masyarakat tempat ayat
tersebut diturunkan yang menjadi khithab ayat. Contohnya seperti pada
surat Al-Ghasyiah/88: 17 – 20,
أفلا ينظرون إلى الإبل كيف خلقت. و إلى السماء كيف رفعت. و إلى الجبال كيف نصبت. و إلى الأرض كيف سطحت. الماعون
Artinya:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan;
dan langit bagaimana ia ditinggikan; dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan; dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
Deskripsi Alquran
tentang kekuasaan Allah yang dikemukakan dalam ayat di atas merupakan
penggabungan penyebutan ciptaan-Nya, berupa unta, langit dan gunung
beserta bumi. Penggabungan ini karena memperhatikan latar belakang
sosial budaya masyarakat Arab sebagai lawan bicara yang tinggal di gurun
pasir. Kehidupan mereka sehari-hari sangat akrab, bahkan bergantung
pada unta, langit, gunung-gunung yang terhampar di permukaan bumi ini.
D. Kegunaan mempelajari Munasabah Alquran
Secara umum, ada dua hal yang menunjukkan pentingnya kajian tentang munasabah dalam Alquran:
1.
Mengetahui korelasi antara ayat dengan ayat atau surat dengan surat
menunjukkan, bahwa Alquran merupakan satu kesatuan yang utuh, tersusun
secara sistematis dan berkesinambungan, walaupun diturunkan secara
terpisah-pisah dalam rentang waktu sekitar 23 tahun. Hal ini akan
memperkuat keyakinan, bahwa Alquran merupakan mukjizat dari Allah Swt.
2.
Munasabah memperlihatkan keserasian susunan redaksi ayat-ayat maupun
kalimat-kalimat Alquran, sehingga keindahannya dapat dirasakan sebagai
hal yang sangat luar biasa bagi orang yang memiliki dzauq Araby.
3.
Pengetahuan tentang munasabah dapat mempermudah seseorang yang akan
memahami Alquran dan berupaya menafsirkannya. Karena dengan metode
tafsir bir-ra’yi, para mufassir memerlukan pemahaman yang utuh terhadap
makna suatu ayat yang dilihat dari keterkaitannya dengan ayat-ayat lain
yang terletak sebelum maupun sesudahnya. Hal ini dapat menghindari
pemahaman ayat secara parsial yang berakibat pada kekeliruan makna.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Munasabah
berarti hubungan, persesuaian dan
keterkaitan.Ataujuga“Kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal
tertentu dalam Alquran, baik antara surat maupun ayat-ayatnya, yang
menghubungkan antara uraian yang satu dengan lainnya”.
Menurut Manna’
Khalil al-Qaththan :Munasabah adalah segi-segi keterkaitan antara
beberapa kalimat (jumlah) dalam satu ayat, atau antara ayat dengan ayat
dalam satu surat, serta antara surat dengan surat (dalam Alquran).
Pengetahuan
tentang munasabah dapat mempermudah seseorang yang akan memahami
Alquran dan berupaya menafsirkannya. Karena dengan metode tafsir
bir-ra’yi, para mufassir memerlukan pemahaman yang utuh terhadap makna
suatu ayat yang dilihat dari keterkaitannya dengan ayat-ayat lain yang
terletak sebelum maupun sesudahnya. Hal ini dapat menghindari pemahaman
ayat secara parsial yang berakibat pada kekeliruan makna.
DAFTAR ISI
الدكتور صبحى الصالح, مباحث فى علوم القرآن, دار العلم للملايين, بيروت, ط. 17, 1988
Dr. Shubhi ash-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Alquran (Penterjemah Tim Pustaka Firdaus), Pustaka Firdaus, Jakarta, Cet. IV, 1993
الدكتور مناع خليل القطان, مبلحث فى علوم القرآن, منشورة العصر الحديثة, رياض, 1973
Dr. Manna’ Khalil al-Qaththan, Study Ilmu-ilmu Quran (Penterjemah Drs. Mudzkir AS.), Litera Antar Nusa, Bogor, Cet. I, 1992
جلال الدين عبد الرحمن السيوطى, الإتقان فى علوم القرآن, مصطفى البابى الحلبى, مصر, 1951
محمد عبد العظيم الزرقانى, مناهل العرفان فى علوم القرآن, دار الفكر, بيروت, لبنان, 1988
الدكتور محمد حسين الذهبى, التفســـير والمفســرون, دار الكتب الحديثة, 1976
Prof. Dr. TM. Hasbi Ash-Shiddieqie, Ilmu-ilmuAlquran, Bulan Bintang, Jakarta.
----------, Sejarah dan Pengantar Ilmu Alquran/Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1980
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, Pengantar lmu Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1985
Dr.
Fuad bin Abdurrahman ar-Rumi, دراسات فى علوم القرآن (Ulumul-Quran:
Studi Kompleksitas Alquran), Titian Ilahi, Yogyakarta, 1997
Departemen Agama RI, Muqaddimah Alquran dan Tafsirnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci, Jakarta
بدر الدين محمد بن عبد الله الزركاشى, البرهان فى علوم القرآن, عيسى البابى الحلبى و شركاه, د.س
Ahmad
Von Denffer, Ulumul Quran: An Introduction to The Sciences of The
Qur’an (Ilmu-ilmu Alquran: Pengantar dasar), Terj. Ahmad Nashir Budiman,
CV Rajawali, Jakarta, 1988
محمد بن لطفى السبــاق, لمحات فى علوم القرآن واتجاهات التفســير, المكتبة الاســلامى, بيروت, ط.3, 1990
Dr.
Hasanuddin AF. Anatomi Alquran: Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya
terhadap Istinbath Hukum dalam Alquran, Rajawali Press, Jakarta, 1995
Prof. Dr. Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, UI-Press, Jakarta, 1986
H. Ahmad Fathoni, Lq., Kaedah Qiraat Tujuh, Institut Studi Ilmu Alquran (ISIQ), Jakarta, 1992
----------,
“QIRAAT TUJUH ALQURAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN RASAM USMANY”, dalam
Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Alquran, Perguruan Tinggi Ilmu Alquran
(PTIQ), Jakarta, 1986
M. Qureish Shihab, Membumikan Alquran, Mizan, Bandung, 1992
----------, Mukjizat Alquran, Mizan, Bandung, 1997
M. Mutawally asy-Sya’rawi, معجــزة القـــرآن (Mukjizat Alquran), Risalah, Bandung, 1984
Prof.
K.H. Busthami Abdul Ghani, “Alquran sebagai Mukjizat dan Hidayat” dalam
Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Alquran, Perguruan Tinggi Ilmu Alquran
(PTIQ), Jakarta, 1986
Drs. H. Khotibul Umam, “Kemukjizatan alquran
dari segi Uslaub dan Isi”, dalam Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Alquran,
Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ), Jakarta, 1986
Sayyid Ahmad Saqar (ed.), اعجاز القـرآن للباقـــلانى, دار المعارف, القاهــرة, دس.
Dr. Hamdani Anwar, Pengantar Ilmu Tafsir (bagian Ulumul Quran), Fikahati Aneska, Jakarta, 1995
Drs. Ramli Abdul Wahid, UlumulQuran, Rajawali, Jakarta, 1994
M. Ali ash-Shabuni, التبيــان فى علــوم القـرآن (Pengantar Studi Alquran), PT. Alma’arif, Bandung, 1987
Ali bin Muhammad al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat, Al-Haramain, Jeddah, t.t.
Dr. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Alquran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998
Al-Khudhary, Syeikh Muhammad, Tarikh at-Tasyri’ al-Islamy, Darul-Fikr, Beirut, 1981
Tidak ada komentar:
Posting Komentar