Jumat, 24 Mei 2013

Filsafat

Konsep Tuhan menurut Ibnu Sina
Pendahuluan


Allah SWT merupakan eksistensi yang absolut diantara eksistensi yang nisbi, semua konsep tuhan telah tertera dalam al-qur’an dari segi metafisik, alam dan asma’ serta sifat. Namun perkembangan, pengaruh zaman dan peradaban Islam tidak menutup wawasan intelektual Islam yang aktif dan produktif dalam mengintegrasikan ilmu-ilmu pra muslim khususnya filsafat yang didasari atas konsep tuhan.
Tetapi pandangan filosof Yunani terutama gagasan Aristoteles terhadap tuhan yang abstrak telah di tolelir oleh beberapa filosof muslim seperti Ibnu Sina bahwasannya alam dan realitasnya merupakan kehendak tuhan yang menyatu dalam dzat dan sifat.
Sebetulnya, atas dasar apakah Ibnu Sina memfilter konsep Tuhan menurut Aristoteles yang kemudian ia modifikasi dalam Islam? Dan benarkah pernyataan tersebut ? Serta bagaimanakan pertanyaan serta jawaban sebenarnya yang di uraikan oleh para ulama khususnya Ghozali terhadap pemikirannya? Oleh sebab itu pada pembahasan ini kami akan menguraikan secara ringkas tentang biografi Ibnu Sina serta pandaannya terhadap konsep tuhan yang di pengaruhi oleh filosof Yunani khususnya Aristoteles serta kritikan ulama dan Ghazali yang menentang keras konsep ketuhanannya.
Semoga dengan pembahasan ini kita dapat mengambil konklusi yang bersifat afektif dalam mengkaji pemikiran filosof Islam terhadap konsep tuhan.
Biografi Ibnu Sina


Ibnu Sina lahir pada tahun 370 (H) / 980 (M) di rumah ibunya Afshana, sebuah kota kecil sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari Persia). Ayahnya, seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balkh Khorasan, dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur suatu daerah di salah satu pemukiman Nuh ibn Mansur, sekarang wilayah Afghanistan (dan juga Persia). Dia menginginkan putranya dididik dengan baik di Bukhara .
Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan). Beliau juga seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Ibnu Sina bernama lengkap Abū ‘Alī al -Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā (ÇÈæÚáì ÓíäÇ Abu Ali Sina atau dalam tulisan arab : ÃÈæ Úáí ÇáÍÓíä Èä ÚÈÏ Çááå Èä ÓíäÇ ). Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap oleh banyak orang sebagai bapak kedokteran disamping itu ia telah mengarang buku Al-Qanun fi At Tibb yang di terjemahkan kebahasa latin dan di cetak di Eropa pada tahun 1593, kemudian buku tersebut di jadikan mata kuliah pokok di universitas-universitas Eropa.
Ibnu Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang guru, dan kepandaiannya segera membuatnya menjadi kekaguman diantara para tetangganya; dia menampilkan suatu pengecualian sikap intellectual dan seorang anak yang luar biasa kepandaiannya / Child prodigy yang telah menghafal Al-Quran pada usia 5 tahun dan juga seorang ahli puisi Persia. Dari seorang pedagan sayur dia mempelajari aritmatika, dan dia memulai untuk belajar yang lain dari seorang sarjana yang memperoleh suatu mata pencaharian dari merawat orang sakit dan mengajar anak muda.
Meskipun bermasalah besar pada masalah – masalah metafisika dan pada beberapa tulisan Aristoteles. Sehingga, untuk satu setengah tahun berikutnya, dia juga mempelajari filosofi, dimana dia menghadapi banyak rintangan. pada beberapa penyelidikan yang membingungkan, dia akan meninggalkan buku – bukunya, mengambil air wudhu, lalu pergi ke masjid, dan terus sholat sampai hidayah menyelesaikan kesulitan – kesulitannya. Pada larut malam dia akan melanjutkan kegiatan belajarnya, menstimulasi perasaannya dengan kadangkala segelas susu kambing, dan meskipun dalam mimpinya masalah akan mengikutinya dan memberikan solusinya. Empat puluh kali, dikatakan, dia membaca Metaphysics dari Aristoteles, sampai kata – katanya tertulis dalam ingatannya; tetapi artinya tak dikenal, sampai suatu hari mereka menemukan pencerahan, dari uraian singkat oleh Farabi, yang dibelinya di suatu bookstall seharga tiga dirham. Dia mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui perhitungannya sendiri, menemukan metode – metode baru dari perawatan. Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18 tahun dan menemukan bahwa "Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat para pasien, menggunakan obat – obat yang sesuai." Kemasyhuran sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran.
Disamping itu pekerjaan pertamanya menjadi fisikawan untuk emir, yang diobatinya dari suatu penyakit yang berbahaya. Majikan Ibnu Sina memberinya hadiah atas hal tersebut dengan memberinya akses ke perpustakaan raja Samanids, pendukung pendidikan dan ilmu. Ketika Ibnu Sina berusia 22 tahun, ayahnya meninggal.Samanid dynasty menuju keruntuhannya pada Desember 1004. Ibnu Sina menolak pemberian Mahmud of Ghazni, dan menuju kearah Barat ke Urgench di Uzbekistan modern, dimana vizier, dianggap sebagai teman seperguruan, memberinya gaji kecil bulanan. Tetapi gajinya kecil, sehingga Ibnu Sina mengembara dari satu tempat ke tempat lain melalui distrik Nishapur dan Merv ke perbatasan Khorasan, mencari suatu opening untuk bakat – bakatnya. Shams al-Ma’äli Qäbtis, sang dermawan pengatur Dailam, seorang penyair dan sarjana, yang mana Ibn Sina mengharapkan menemukan tempat berlindung, dimana sekitar tahun (1052) meninggal dibunuh oleh pasukannya yang memberontak. Ibnu Sina sendiri pada saat itu terkena penyakit yang sangat parah. Akhirnya, di Gorgan, dekat Laut Kaspi, Ibnu Sina bertamu dengan seorang teman, yang membeli sebuah ruman didekat rumahnya sendiri dimana Ibnu Sina belajar logika dan astronomi.
Sebetulnya, amsih banyak riwayat Ibnu Sina yang begitu cemerlang namun ajal telah menjemput beliau, pada tahun 1037 M di Hamadan, Iran, karena penyakit maag yang kronis. Beliau wafat ketika sedang mengajar di sebuah sekolah.Filsafat Wujud.

Daftar PustakaBooks: Delmar, New York 1976).
Aburoyan, Dr. Muhammad ‘Ali, Tarikhul Fikri al-Falsafi , (Darul Ma’rifah, Iskandar 1983).
Avicenna, Kitab al-shifa’, Metaphysics II , (eds.) G. C. Anawati, Ibrahim Madkour, Sa’id Zayed (Cairo, 1975).
Gawsharin, S.S, Hujjat al-haqq Abu ‘Ali Sina, (Teheran:1331).
Ghazali, Tahafut al-Falasifah, (Beirut:1927)
Ghoicon, A.M, La Philosophie d”Avicenne et son influence en Europe medivale.
Hamdi.Z, Muhammad, Al-Manhaj al-Falsafi baina al-Ghazali wa Decartes, (Darul al-Ma’arif: Kairo, 1997)
Harun Nasution, Islam Rasional ; Gagasan dan Pemikiran, (Bandung : Mizan. 1995).
Ibn Sina, Abu `Ali al-Husayn ibn `Abd Allah, al-Isharat wa-al-Tanbihat . Ed. Nasir al-Din al-Tusi dan Qutb al-Din al-Razi, 3 volume, (Tehran 1377-1379).
Ibnu Sina, Al-Najah , ed. M. Fakhri, (Beirut, 1985).
Nader El-Bizri, "Avicenna and Essentialism," Review of Metaphysics , Vol. 54 (2001).
Nasr, Sayyed Hossein, Tiga Mazdhab Utama Filsafat Islam , IRCiSoD, (Yogyakarta, Maret 2006).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar