Jumat, 24 Mei 2013

Definisi Agama

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakannarkobadan main judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
B. Rumusan Masalah
    Adapun permasalah yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “ Agama dan Tipe-tipe Masyarakat”. Untuk memberikan penjelasannya serta menghindari perluasan pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Definisi Agama
2. Ruang Lingkup Agama
3. Hubungan Agama Dengan Masyarakat
4. Fungsi Agama Dalam Masyarakat
5. Agama dan Tipe – Tipe Masyarakat

BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Agama
Dengan singkat definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agama–agama yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan definisi deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya.
Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal.” Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu “sifat kudus” dari agama dan “praktek-praktek ritual” dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu dapat disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tersebut.
Sedangkan menurut pendapat Hendro puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu:
1. Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual
2. Perangkat kepercayaan dan praktek – praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri.
3. Ideologi mengenai hala – hal yang bersifat supranatural

2. Ruang lingkup Agama
Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup :
a.       Hubungan manusia dengan tuhannya
Hubungan dengan tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia kepada tuhannya.


b.      Hubungan manusia dengan manusia
Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
c.       Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.

3. Hubungan Agama dengan Masyarakat
Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara. Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain. Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.


4. Fungsi Agama Dalam Masyarakat
               Fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan, sistemsosial, dan kepribadian. Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, setiap saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, bersifat kongkret terjadi di sekeliling.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi. Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang senonoh dan mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.

5. Agama Dan Tipe – tipe Masyarakat

Di dalam seluruh masyarakat, orang membedakan antara masalah-masalah yang sakral dan sekuler, meskipun demikian penekanan masyarakat terhadap nilai-nilai yang sacral tersebut amat berbeda-beda, yang sacral dianggap sebagai aspek dalam hampir semua tingkah laku. Dikalangan masyarakat modern yang sacral ditekankan, dibatasi dan disisihkan.
Banyak perbedaan kecil yang tidak mudah dilihat dalam tingkat sekulerisasi dan dalam cara mengorganisasikan masyarakat yang ada. Ciri-ciri organisasi dari tipe masyarakat ini dan system keagamaan diperhatikan seberapa jauh agama telah atau belum memainkan peranan pemersatunya baik terhadap tipe-tipe masyarakat yang berbeda secara utuh maupun terhadap orang-orang yang menjadi anggota-anggota masyarakat tertentu.

Tipe Pertama : Masyarakat-masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sacral
Masyarakat-masyarakat yang mewakili tipe pertama adalah masyarakat yang kecil, terisolasi dan terbelakang. Tingkat perkembangan tehnik mereka rendah dan pembagian kerja atau pembidangan kelas-kelas mereka relatif kecil. Keluarga adalah lembaga mereka yang paling penting dan spesialisasi pengorganisasian kehidupan pemerintah dan ekonomi masih amat sederhana, dan laju perubahan social masih lambat.
Tipe masyarakat ini cukup kecil jumlah anggotanya karenanya sebagian besar adat istiadatnya dikenal, masyarakat ini berpendapat bahwa pertama, agama memasukan pengaruhnya yang sacral kedalam nilai masyarakat secara mutlak, kedua, dalam keadaan lembaga lain selain keluarga, relatif belum berkembang, agama jelas menjadi focus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara keseluruhan. Nilai-nilai keagamaan sering meningkatkan konservatisme dan menghalang-halangi perubahan , inilah sebab yang penting mengapa kekuasaan tradisi sangat kuat dalam masyarakat semacam ini.
Bagi individu, agama memberi bentuk pada keseluruhan proses sosialisasi, sosialisasi ditandai oleh upacara-upacara keagamaan pada peristiwa kelahiran, masa remaja, perkawinan dan pada saat-saat penting lainnya dalam kehidupan. Pengaturan pribadi berkaitan erat dengan nilai-nilai keagamaan, yang beranjak dewasa oleh keluarga dan masyarakat. Agama berdiri tegak tanpa tandingan sebagai focus pemersatu bagi permulaan kepribadian individu-individu dalam masyarakat tipe ini.

Tipe Kedua : Masyarakat-masyarakat Pra-Industri yang sedang berkembang
Masyarakat-masyarakat tipe kedua ini tidak begitu terisolasi, barubah lebih cepat, lebih luas daerahnya dan lebih besar jumlah penduduknya, serta ditandai dengan tingkat perkembangan teknologi yang lebih tinggi dari masyarakat-masyarakat tipe pertama. Cirri umumnya adalah pembagian kerja yang luas, kelas-kelas social yang beraneka ragam, serta adanya kemampuan baca tulis sampai tingkat tertentu. Pertanian dan industri tangan adalah sarana-sarana utama untuk menopang ekonomi pedesaan, dengan beberapa pusat perdagangan kota. Lembaga-lembaga pemerintahan dan kehidupan ekonomi berkembang menuju spesialisasi dan jelas dapat dibedakan.
Suatu organisasi keagamaan yang biasanya menghimpun semua anggota memberi cirri khas kepada tipe masyarakat ini, walaupun ia merupakan organisasi formal yang terpisah dan berbeda, serta mempunyai tenaga kerja professional sendiri. Agama tentu saja memberikan arti ikatan kepada system nilai dalam tipe masyarakat ini, akan tetapi pada saat yang sama lingkungan yang saklar dan yang sekuler itu sedikit banyaknya masih dapat dibedakan. Dilain pihak agama tidak memberikan dukungan yang sempurna seperti itu dalam aktivitas-aktivitas sehari-hari sebagaimana dalam masyaraket tipe pertama, lagi pula kepercayaan keagamaan itu sendiri pantas dikembangkan dengan agak baik sebagai suatu system yang serba lengkap.
Disinilah terdapat kemungkinan bagi timbulnya ketegangan antara system nilai keagamaan dan masyarakat keseluruhan, meskipun kecendrungan bagi agama untuk tenggelam kedalam tradisi. Akan tetapi dalam masyarakat tipe kedua agama bisa menjadi focus potensial bagi munculnya pembaharuan yang kreatif dan uga kekacauan masyarakat.
Jelaslah bahwa agama mempunyai fungsi lain selain fungsi pemersatu didalam tipe masyarakat ini, pertama-tama karena masyarakat semacam itu merupakan masyarakat yang sedang berkembang berkembang. Kedua, dalam fase-fase perkembangan berikutnya dari masyarakat tipe ini, pembenturan-pembenturan kepentingan diantara organisasi keagamaan dan organisasi politik biasa timbul. Ketiga, karena masyarakat-masyarakat tipe kedua itu berkembang semakin majemuk dan kelompok-kelompok, yang berkuasa dari periode terdahulu mulai menghentikan perlawanan terhadap tantangan kelompok-kelompok yang tumbuh belakangan yang membawa tatanan polotik dan ekonomi baru, maka agama bisa menjadi fungsi sebagai salah satu sumber pembaharuan-pembaharuan yang kreatif.

Tipe Ketiga : Masyarakat-masyarak industri sekuler
Terdapat sejumlah sub-sub tipe dalam masyarakat tipe iniyang tidak dapat diutarakan secara memadai, deskripsi dibawah ini condong kepada masyarakat perkotaan moderen di Amerika Serikat. Masyarak-masyarakat tipe ini sangat dinamik, teknologi sangat dan semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan sebagian penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian –penyesuaian dalam hubungan-hubungan kemanusiaan mereka sendiri.

Didalam masyarakat moderen yang kompleks, organisasi keagamaan terpecah-pecah dan bersifat majemuk, keanggotaannya didasarkan paling tidak kepada prinsipnya. Cirri-ciri khusus mempunyai implikasi-implikasi yang dalam bagi fungsi-fungsi agama baik sebagai suatu kekuatan yang mempersatukan atau menghancurkan didalam masyarakat. Perbedaan-perbedaan dibidang agama dan pertumbuhan sekularisme sangat melemahkan fungsi agama sebagai pemersatu, dan kekuatannyapun sebagai pemecah-belah agak berkurang. Akan tetapi keyakinan-keyakina dan pengamala-pengamalan keagamaan melaksanakan fungsi pemersatu dikalangan berbagai organisasi keagamaan itu sendiri. Hal ini terjadi terutama apabila keanggotaan kelompok-kelompok semacam itu sebagian besar berasal dari kelas atau suku minoritas dalam masyarakat yang lebih luas.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
agama mempunyai fungsi lain selain fungsi pemersatu didalam tipe masyarakat ini, pertama-tama karena masyarakat semacam itu merupakan masyarakat yang sedang berkembang berkembang. Kedua, dalam fase-fase perkembangan berikutnya dari masyarakat tipe ini, pembenturan-pembenturan kepentingan diantara organisasi keagamaan dan organisasi politik biasa timbul. Ketiga, karena masyarakat-masyarakat tipe kedua itu berkembang semakin majemuk dan kelompok-kelompok, yang berkuasa dari periode terdahulu mulai menghentikan perlawanan terhadap tantangan kelompok-kelompok yang tumbuh belakangan yang membawa tatanan polotik dan ekonomi baru, maka agama bisa menjadi fungsi sebagai salah satu sumber pembaharuan-pembaharuan yang kreatif.



DAFTAR PUSTAKA
•    Elizabeth K. Nottingham, Agama Dan Masyarakat : Suatu Pengntar Sosiologi Agama, Cet-7, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1997
•    Thomas F. O’dea, Sosiologi Agama : Suatu Pengenalan Awal, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar